MOTHER BANK

MAJALENGKA

Don’t Tread on Mothers

Kisah lahirnya grup musik ini sangatlah unik. Mother Bank merupakan bank keliling eksperimental sejak tahun 2020 (masa sulit saat pandemi) di Jatiwangi, Majalengka, yang diinisiasikan oleh kelompok Jatiwangi art Factory (JaF). Bank ini mematok bunga pinjaman sebanyak nol persen karena dikelola secara bersama untuk masyarakat. Karena seringkali berkumpul dalam aktivitas Mother Bank, para ibu-ibu nasabah serta musisi LAIR yang juga aktif dalam kelompok JaF akhirnya jadi membuat musik bersama dengan alat musik keramik. Terciptalah grup musik Mother Bank. Melalui musik keramik, musik rakyat yang membuat badan bergoyang, Mother Bank menyampaikan kisah pengalaman mereka sebagai nasabah di tengah perubahan lanskap wilayah Jatiwangi menuju wilayah industri manufaktur terbesar di Pulau Jawa, begitu pula isu-isu sosial yang ada disana, serta dampaknya untuk kaum wanita serta generasi penerus. Mother bank merilis album perdananya “Tanggung Renteng” lewat Yes No Wave Music pada tanggal 19 Juni 2023.

The story of how this music group came to exist is quite unique. Mother Bank is an experimental travelling bank established in 2020 (during the difficult times of the pandemic) in Jatiwangi, Majalengka, that was initiated by the Jatiwangi Art Factory (JaF) group. This bank offers zero per cent interest on loans because it is run by the cooperation of the people for the people. As they often hang out together for Mother Bank activities, the bank clients who are mostly women and musicians of the band LAIR who are also active in the JaF group, ended up making music together using ceramic instruments. This is how the Mother Bank music group was formed. Through ceramic music, a type of folk music that makes your body move, Mother Bank tells stories of their experiences as bank clients amid the landscape transformation of Jatiwangi into the largest manufacturing industry area on the island of Java, as well as the social issues that exist there and the impacts they create for women and the next generation. Mother Bank released their first album “Tanggung Renteng” through Yes No Wave Music on June 19, 2023.






TOD

MAKASSAR

Vibrant Storytelling

Berawal dari pertemanan SMA, ToD (Theory of Discoustic) terbentuk pada tahun 2010 dengan genre folk acoustic. Lalu setelah tahun 2013, dengan bergabungnya pemain keybord dan drum, mereka mulai lebih terdorong untuk berlanjut ke aliran folk ambient/progresif. Folk yang diberikan ToD tidak bertumpu pada satu dimensi belaka karena dicampur dengan elemen sampling, suara vokal menghipnotis, bahasa daerah, serta musik etnis khas yang menciptakan alunan harmoni intens. Lagu-lagu mereka bercerita tentang kisah rakyat, mitos dan legenda, serta sejarah dan berjalannya waktu yang kebanyakan berputar dalam kebudayaan Bugis-Makassar.

Starting from a high school friendship, ToD (Theory of Discoustic) formed in 2010 with the folk acoustic genre. After 2013, with the addition of keyboards and drums, they were encouraged to continue more into the ambient/progressive folk genre. ToD's folk is not one-dimensional, as it is mixed with sampling elements, hypnotic vocals, regional languages and ethnic music that create intense harmonies. Their songs are about folktales, myths and legends, history and the passage of time, most of them revolving around the Bugis-Makassar culture.




RANI JAMBAK

LASI

Landscapes in Soundscapes

Rani Jambak adalah seorang komposer, produser, dan vokalis berdarah Minangkabau yang berasal dari Lasi, Medan. Setelah studinya, Rani memulai karir solo mengeksplorasi musik elektronik dan soundscape yang dikumpulkan di berbagai tempat di Indonesia. Karya musik Rani berbicara mengenai sosial-budaya dan hubungan antara manusia dan leluhurnya melalui soundscapes. Secara otomatis, projek-projek Rani juga sering mengangkat isu lingkungan dan alam. Pada November 2022, Rani Jambak menerima penghargaan The Oram Awards untuk International Category dalam inovasi suara, musik, dan teknologi yang juga diselenggarakan dalam Huddersfield Contemporary Music Festival 2022.

Rani Jambak is a composer, producer, and vocalist of Minangkabau descent from Lasi, Medan. After her studies, Rani started a solo career exploring electronic music and soundscapes collected at various places in Indonesia. Rani's music speaks about socio-cultural matters and the relationship between humans and their ancestors through soundscapes. Automatically, Rani's projects also often raise environmental and natural issues. In November 2022, Rani Jambak received a prize from The Oram Awards for the International Category in sound, music, and technology innovation, which was also presented at the Huddersfield Contemporary Music Festival 2022.




RIMBA

JAKARTA

Jungle Fever in The Wilderness

Bukan. Rimba bukan band world music. Band yang eksis sejak tahun 2019 ini menggunakan nama Rimba untuk menggambarkan aliran musik yang mereka mainkan. Dengan beragamnya jenis musik yang mempengaruhi masing-masing personil band ini, mereka berhasil menciptakan karakter suara khas melalui kesepakatan untuk menjadikan pop dengan spektrum luas sebagai fondasi dari kreasi karya musik yang jenisnya mereka namakan pop belantara. Rimba merangkul keliaran belantara jenis musik yang ada lalu menginterpretasikannya lewat filter pop, membuat band ini berhasil membuahkan musik yang dinamis dan membuai di waktu bersamaan.

No. Rimba is not a world music band. This band, which has existed since 2019, uses the name Rimba (jungle or forest) to describe the genre of music they play. With the various styles of music that influence each member of this band, they have succeeded in creating a distinctive sound character by agreeing to make pop with a broad spectrum as the foundation for producing musical works, which genre they call wilderness pop. Rimba embraces the untamed wilderness of music genres that exist and interprets it through a pop filter, making this band successful in producing dynamic music that is soothing at the same time.






THE KUDA

BOGOR

Bona Fine Punk Love Torpedo

The Kuda adalah band punk rock yang dibentuk pada tahun 2009. Mereka tinggal di Bogor, salah satu kota tersibuk dan terpadat dekat Jakarta, dan hal ini terlihat dalam musik mereka; keras, cepat, intens, dengan sedikit kenakalan. Kini, musik mereka semakin matang setelah berpetualang bertahun-tahun di kancah punk, dengan tambahan sisipan harmoni vokal dan ekspresi berbeda dari pengaruh musik yang diikuti masing-masing anggota. The Kuda baru saja merilis album kedua mereka “Butakala” di 2023.

The Kuda is a punk rock band formed in 2009. They live in Bogor, one of the busiest and most densely populated cities near Jakarta, and this is apparent in their music: hard-hitting, short, intense, with a hint of fun. These days, their music has truly matured after years of adventures in the punk scene, adding inserts of vocal harmonies and distinct expressions from the music influences each member follows. The Kuda released their second album, “Butakala”, in 2023.






SUKATANI

PURBALINGGA

Dark and Glorious

Sukatani adalah duo ber-balaclava yang aktif dalam gerakan sosial dan lingkungan hidup. Mereka berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah dan membentuk band ini pada awal Oktober 2022. Sukatani memainkan musik post-punk dengan sensibilitas new wave yang kental, nada-nada gelap gothic-rock yang berpadu-padan dengan melodi new romantic, hingga keceriaan synth-pop yang menggemaskan. Dengan menggunakan dialek Banyumasan dalam lirik lagu-lagu mereka, duo ini telah mampu membedakan diri dari jutaan band post punk lainnya. Sukatani mengingatkan kita akan betapa pentingnya suara protes disalurkan melalui budaya populer yang diamplifikasikan dengan gerakan akar rumput. Album perdana Sukatani. “Gelap Gempita”, telah dirilis di bulan Juli 2023 oleh Dugtrax Records di berbagai platform musik online. Band ini kemudian terseleksi sebagai The Best Punk di Bandcamp pada bulan Agustus 2023.

Sukatani is a balaclava-wearing duo active in the social and environmental movements. They are from Purbalingga, Central Java and started this band in early October 2022. Sukatani plays post-punk music with a new wave sensibility, dark gothic-rock tones mixed with new romantic melodies, and the joy of synth-pop that is endearing. By using the Banyumasan dialect in the lyrics of their songs, this duo has been able to differentiate themselves from the millions of other post-punk bands. Sukatani reminds us of how important it is for voices of protest to be channelled through pop culture which is amplified by grassroots movements. Sukatani's first album. “Gelap Gempita” was released in July 2023 by Dugtrax Records on various online music platforms. The duo was named The Best Punk on Bandcamp in August 2023.




DAVID ANGU

ARUNACHAL PRADESH

Rock and Wisdom

David Angu adalah penyanyi, gitaris, komposer dan produser yang tinggal di Itanagar, Arunachal Pradesh, India Timur Laut. Dia dibesarkan di Aalo dan berasal dari keluarga yang hobi mendengarkan musik. Di tahun-tahun awal bermusiknya, dia sangat menyukai rock klasik dan glam. Pengaruh ini terwujud dalam pendekatannya dalam menyanyi dan bermain gitar. Band pertamanya, "Soul of Phoenix", awalnya memainkan glam rock. David kemudian menemukan semangatnya dalam melodi folk tradisional dari berbagai suku di daerahn asalnya. Band ini kemudian berkembang menjadi “David Angu & The Tribe”, sebuah kelompok yang mengeksplorasi lagu-lagu daerah suku Tani di Arunachal Pradesh, India Timur Laut, dengan tujuan untuk menghidupkan kembali etos budaya suku tersebut. David memberikan Anda perpaduan sempurna antara musik rakyat tradisional dan rock klasik dengan musiknya. Dia berharap bisa menjaga budaya nenek moyangnya untuk tetap hidup dengan musiknya. David Angu akan bermain solo di RRREC Fest di The Valley 2023.

David Angu is a singer, guitarist, composer and producer based in Itanagar, Arunachal Pradesh, North-East India. He grew up in Aalo and came from a family of avid music listeners. During his initial years of musicianship, he was heavily into classic and glam rock. These influences manifested in his approach to singing and guitar playing. His first band, “Soul of Phoenix”, originally played glam rock. David then found his mojo in the traditional folk melodies of various tribes from his home state. The band then phased into “David Angu & The Tribe”, a clique that explores the folk songs of the Tani tribe of Arunachal Pradesh in North East India with the intent to rekindle the cultural ethos of the tribe. David gives you the perfect fusion of traditional folk music and classic rock with his songs. He hopes to keep the culture of his forefathers alive with his music. David Angu will be playing solo at RRREC Fest in The Valley 2023.




TOMY BOLLIN

BUKIT TINGGI

Ciloteh and Bersitungkin Homeboy

Tomy Bollin adalah seorang seniman hip-hop dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Beliau mulai mencintai aliran musik ini sejak sering mengikuti kompetisi dance sewaktu SD hingga SMP, dimana lagu-lagu yang menemaninya untuk menari kebanyakan beraliran rap populer dari era 80-90an seperti Vanilla Ice, Milli Vanilli dan Dr. Alban. Tomy juga sangat menyukai gaya menyanyi Farid Harja yang menurutnya seorang rapper. Ketika pada era 90an mulai banyak musisi hip-hop di Indonesia, Tomy mulai lebih menekuni seni menyanyi rap, tidak hanya menari hip-hop saja. Akhirnya dia mulai tampil sebagai rapper di awal 2000an, dan hingga saat ini telah mengeluarkan 3 album. Tomy membawakan lagu-lagunya dengan dialek Padang dan gaya yang khas, berbicara mengenai kehidupan manusia sehari-hari di kotanya yang lumayan keras tapi tetap menyenangkan.

Tomy Bollin is a hip-hop artist from Bukit Tinggi, West Sumatra. He began to love this genre of music since he frequently participated in dance competitions during his elementary to middle school years, where the songs he danced with came mostly from mainstream rap artists in the 80-90s era like Vanilla Ice, Milli Vanilli and Dr Alban. Tomy also really likes Farid Harja's singing style, who he thinks is a rapper. As hip-hop artists became more prominent during the 90s in Indonesia, Tomy began to focus more on the art of rap singing, not just hip-hop dancing. Eventually, he started performing as a rapper in the early 2000s and has now released three albums. Tomy performs his songs in the Padang dialect with a distinctive style, speaking about the daily life of people in his city, which is quite rough but still fun.




MAMA DJANA

CIREBON

The Maestro

Sudjana Partarnian, yang di dunia musik lebih dikenal sebagai Mama Djana, adalah maestro musik Tarling asal Cirebon. Seiring dengan naiknya popularitas musik Tarling seputar daerah Indramayu dan Cirebon pada tahun 40an, beliau pun mulai mendalaminya. Tarling adalah seni musik membunyikan nada-nada yang dihasilkan gamelan dengan gitar lalu ditambah dengan bunyi-bunyian suling. Musik Tarling bercerita tentang kehidupan sehari-harinya warga seputar Cirebon. Secara filosofisnya, Tarling mengangkat istilah “Yen wis melatar kudu eling” (Jika sudah berkelana harus tambah kesadaran). Sosok Mama Djana dulu muncul di Cirebon sebagai generasi kedua pemain Tarling klasik papan atas, berkat inovasi melodi Kiser yang dicampur dalam permainan musik Tarling-nya. Melodi Kiser Tarling klasik yang diciptakannya tersebut merupakan campuran gamelan dan kroncong khas Cirebon dalam musik Tarling. Karena ini Mama Djana dianggap sebagai figur inspiratif yang berperan besar dalam perkembangan seni Tarling klasik di Cirebon. Pada tahun 2021 Mama Djana merilis album berjudul “Tanana Kubra”, dari bahasa Cirebon yang artinya “Jangan sampai sirna”. Ini menjadi isyarat bahwa Mama Djana yakin bahwa Tarling klasik tak akan pernah lekang dimakan zaman.

Sudjana Partarnian, better known in the music world as Mama Djana, is a Tarling music maestro from Cirebon. When Tarling music grew in popularity around Indramayu and Cirebon during the 40s, he began to explore it. Tarling music is the art of making the tones produced by gamelan with a guitar and then adding melodies of the flute. Tarling music tells stories about the daily lives of people around Cirebon. Philosophically, Tarling raised the phrase "Yen wis melatar kudu eling" (If you have gone places, you must be more wise). Mama Djana, as a figure, first emerged in Cirebon representing the second generation of top classical Tarling players, thanks to his innovation of the Kiser melody that he mixed into his Tarling music playing. The classic Kiser Tarling melody he created is a fusion of gamelan and characteristic Cirebon kroncong songs in Tarling music. Because of this, Mama Djana is considered an inspirational personality who played a significant role in developing classical Tarling craft in Cirebon. In 2021, Mama Djana released an album entitled "Tanana Kubra", a Cirebon expression that means "Don't let it disappear". It indicates that Mama Djana believes classical Tarling will stand the test of time.




GRRRL GANG

YOGYAKARTA

Sparkle of Today

Berasal dari kota budaya Yogyakarta, Grrrl Gang adalah hantaman yang sedang naik daun di kancah musik independen dengan melodi yang menular, lagu-lagu antemik, dan pertunjukan live yang menggemparkan. Power trio yang terdiri dari Angee Sentana pada gitar dan vokal, Akbar Rumandung pada bass, dan Edo Alventa pada gitar, ini telah meramaikan kancah musik Asia Tenggara sejak pembentukan mereka pada tahun 2016. Musik Grrrl Gang adalah perayaan akar rumput kolektif mereka dan bukti dari kekuatan musik pop untuk menghubungkan orang-orang lintas budaya dan perbatasan. Lirik mereka menyentuh tema-tema seperti feminisme, kesehatan mental, dan hubungan dengan kejujuran sepenuhnya yang berbicara kepada generasi pendengar muda. Dengan energi mereka yang menawan, lirik yang sadar sosial, dan musik yang unik, Grrrl Gang siap untuk mengguncang dunia musik global dan menjadi suara bagi generasi baru.

Hailing from the cultural city of Yogyakarta, Grrrl Gang is a rising force in the independent music scene with their captivating melodies, anthemic songs, and electrifying live performances. The power trio, composed of Angee Sentana on guitar and vocals, Akbar Rumandung on bass, and Edo Alventa on guitar, has been making waves in the Southeast Asian music scene since their formation in 2016. Grrrl Gang's music is a celebration of their collective roots and a testament to the power of pop music to connect people across cultures and borders. Their lyrics touch on themes such as feminism, mental health, and relationships with a raw honesty that speaks to a generation of young listeners. With their infectious energy, socially conscious lyrics, and unique sound, Grrrl Gang is poised to take the global music scene by storm and become a voice for a new generation.




RIEN DJAMAIN - ERMY KULLIT - MARGIE SEGERS (R.E.M)

JAKARTA

Celebrated Jazz Divas

Rien Djamain merupakan penyanyi jazz bossanova kelahiran Makassar (1956). Beliau mulai menyanyi jazz saat ikut dalam acara Nada dan Improvisasi dengan Jack Lesmana di TVRI pada era 70an. Bersama Jack Lesmana pula beliau membuat rekamannya yang pertama pada tahun 1976, dengan judul Api Asmara, yang menjadi sukses. Selain bernyanyi, beliau juga mengarang lagu, dan sampai kini masih sering tampil bahkan berkolaborasi dengan musisi-musisi muda. Ermy Kullit, yang sering dijuluki Salena Jones dari Indonesia, lahir di Manado pada tahun 1955. Tahun 1973, Ermy hijrah ke Jakarta dan diterima bernyanyi di Hotel Marcopolo bersama almarhum Melky Goeslaw. Selama era 70an akhir, beliau keliling Asia Tenggara (tepatnya Singapura, Thailand dan Malaysia) membawakan lagu-lagu pop Indonesia. Pada tahun 1981 Ermy Kullit kembali ke Indonesia dan mulai fokus sebagai penyanyi jazz. Kolaborasinya dengan Ireng Maulana menyibukkannya dalam dunia rekaman dan menghasilkan banyak lagu-lagu jazz yang sukses. Margie Segers lahir di Cimahi, Jawa Barat (1950). Margie yang blasteran Belgia - Jawa - Ambon ini memulai karir menyanyi di berbagai klub, pub dan hotel bintang lima di tanah air sejak tahun 1968. Beliau pada dasarnya lebih menyukai blues, namun saat jazz menjadi populer di tahun 70an jadi mulai menekuni genre yang ternyata cocok dengan karakter vokalnya tersebut. Menjelmalah Margie Segers sebagai penyanyi jazz yang sukses. Sebagai vokalis, Margie telah menukilkan sejarah dalam dunia rekaman jazz Indonesia dengan album Semua Bisa Bilang (1975). Tak salah bila maestro jazz Ireng Maulana menyebutnya sebagai The First Lady of Jazz. RRREC Fest In The Valley 2023 sangat merasa beruntung bisa menampilkan tiga diva jazz era 70-80an (sampai kini) di atas ini!

Rien Djamain is a bossanova jazz singer born in Makassar (1956). She started singing jazz when she participated in Nada dan Improvisasi  program with Jack Lesmana on TVRI in the 70s. Together with Jack Lesmana she also made her first recording in 1976, entitled Api Asmara, which became a success. Apart from singing, she also composes songs, and to this day still frequently performs and even collaborates with young musicians.Ermy Kullit, who is often nicknamed the Salena Jones of Indonesia, was born in Manado in 1955. In 1973, Ermy moved to Jakarta and was accepted to sing at the Marcopolo Hotel with the late Melky Goeslaw. During the late 70s, she toured Southeast Asia (Singapore, Thailand and Malaysia to be precise) performing Indonesian pop songs. In 1981 Ermy returned to Indonesia and began to focus her career as a jazz singer. Her collaboration with Ireng Maulana kept her busy in the world of recording and  has produced many successful jazz songs. Margie Segers was born in Cimahi, West Java (1950). Margie, who is of Belgian - Javanese - Ambonese heritage, started her singing career in various clubs, pubs and five star hotels in Jakarta since 1968. At heart she prefers the blues, but when jazz became popular in the 70s, she began to pursue this genre, which turned out to be perfect for her vocal character. Thus, Margie Segers emerged as a successful jazz singer. As a vocalist, Margie has made history in the world of Indonesian jazz recording with the album Semua Bisa Bilang (1975). It’s easy to see why jazz maestro Ireng Maulana dub her as The First Lady of Jazz.RRREC Fest In The Valley 2023 feels very lucky to be able to present the three jazz divas from the 70-80s era (until now) mentioned above!



IQBAL DJOHA (FEVER SOUNDSYSTEM)

JAKARTA

Soulful Groove, Obscure Sounds, Asia Collection




VITA & VANESSA

JAKARTA

Indie Dance, Disco, Samba



BERVAKANSI

JAKARTA

City Slackers Into The Wild



RICKY VIRGANA

JAKARTA

Cheeky Africana



BERKARAOKE

JAKARTA

National Front Karaoke Extravaganza